TUGAS
BULAN 1
1.
Peran dan Fungsi
Bahasa Indonesia
2.
Ragam Bahasa
3.
Ejaan dan Tanda
Baca
Tika Apriyani
18113907
3KA17
UNIVERSITAS GUNADARMA
PTA 2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar
Belakang
Bahasa Indonesia
merupakan bahasa nasional, yakni bahasa persatuan Republik Indonesia. Di setiap
bagian wilayah di Indonesia pasti telah mengenal bahasa Indonesia karena merupakan
elemen terpenting dalam berkomunikasi di kehidupan sehari-hari. Bahasa
Indonesia sangat penting untuk kita ketahui karena menjadi penghubung
komunikasi antar bangsa dan suku di seluruh
Indonesia.
Dengan
mengetahui, mempelajari dan memahami bahasa Indonesia, akan memudahkan kita
berkomunikasi dengan orang dari luar daerah yang menggunakan bahasa daerah
tersendiri. Misalkan, orang Jawa bertemu dengan orang Padang, masing-masing
memiliki bahasa daerah, agar mereka dapat berkomunikasi, menggunakan bahasa
Indonesia adalah pilihan yang tepat. Bahasa Indonesia dapat membawakan
informasi secara lisan dan tulisan. Oleh karena itu, patut diketahui
dasar-dasar bahasa Indonesia untuk memperdalam pemahaman mengenai bahasa
Indonesia dan cara menggunakannya dengan baik dan benar.
I.2 Rumusan Masalah
Dari latar
belakang pada tulisan ini, dirumuskan beberpa masalah mengenai bahasa Indonesia
sebagai berikut :
1. Apa
peran dan fungsi bahasa Indonesia?
2. Apa
itu ragam bahasa?
3. Bagaimanakah
Ejaan yang disempurnakan beserta tanda bacanya?
I.3 Tujuan
Dalam tugas ini
saya akan menjelaskan mengenai Peran dan Fungsi Bahasa Indonesia, Ragam Bahasa
Indonesia, Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) serta Teori Tanda baca.
BAB
II
PEMBAHASAN
II.1 PERAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
II.1.1 Peran Bahasa Indonesia
Fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai
alat komunikasi, karena dalam kehidupan sehari-hari warga negara Indonesia
menggunakan bahasa Indonesia sebagai media untuk berkomunikasi satu dengan
lainnya. Bahasa Indonesia juga berfungsi untuk mengekspresikan diri dengan
menggunakan kata-kata membuat mereka bebas bicara dan mengeluarkan pendapat
dengan tata bahasa yang baik. Bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai alat
integritas dan beradaptasi sosial lingkungan yang berguna untuk menyatukan
beragam manusia dalam suatu lingkungan sosial. Dan bahasa Indonesia menjadi
alat kontrol sosial, dengan menyamoaikan informasi secara lisan dan tulisan
dengan tata bahasa yang baik dan benar.
Kedudukan pertama bahasa Indonesia
adalah sebagai bahasa persatuan. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia
berkedudukan sebagai Bahasa Nasional. Kedua adalah sebagai bahasa Negara.
II.1.2 Sebagai
Bahasa Nasional
Kedudukan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional diperoleh sejak awal kelahirannya,
yaitu tanggal 28 Oktober 1928 dalam Sumpah Pemuda. Bahasa Indonesia dalam
kedudukannya sebagai bahasa nasional sekaligus merupakan bahasa persatuan.
Adapun dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia mempunyai
fungsi sebagai berikut. Lambang jati diri (identitas), lambang kebanggaan
bangsa, alat pemersatu berbagai masyarakat yang mempunyai latar belakang etnis
dan sosial-budaya, serta bahasa daerah yang berbeda, dan alat penghubung antarbudaya
dan antar daerah.
II.1.3 Sebagai
Bahasa Resmi/Negara
Kedudukan
bahasa Indonesia yang kedua adalah sebagai bahasa resmi/negara; kedudukan ini
mempunyai dasar yuridis konstitusional, yakni Bab XV pasal 36 UUD 1945. Dalam
kedudukannya sebagai bahasa resmi/negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai
berikut. Bahasa resmi Negara, bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga
pendidikan, bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, dan bahasa resmi
dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu dan teknologi.
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional mempunyai fungsi khusus, yaitu:
a) Bahasa
resmi kenegaraan;
b) Bahasa
pengantar dalam dunia pendidikan;
c) Bahasa
resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta
kepentingan pemerintah;
d) Alat
pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bahasa Indonesia mengalami perkembangan
yang sangat pesat, sehingga perlu dibakukan atau distandarkan.
·
Ejaan Van Ophuijen (1901)
·
Ejaan Soewandi (1947)
·
Ejaan yang Disempurnakan (EYD, tahun
1972)
·
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan dan Pedoman Istilah (1975)
·
Kamus besar Bahasa Indonesia, dan Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988)
II.2 RAGAM
BAHASA
II.2.1 Pengertian
Ragam Bahasa
Yang dimaksud
ragam bahasa adalah bentuk atau wujud bahasa yang ditandai oleh ciri-ciri
linguistik tertentu, seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis. Disamping
ditandai oleh ciri-ciri linguistik timbulnya ragam bahasa juga ditandai oleh
non linguistik misalnya lokasi atau tempat penggunaannya, lingkungan sosial
pemakaiannya, dan lingkungan keprofesian pemakai bahasa yang bersangkutan.
Ragam
bahasa terbagi atas: Ragam lisan, ragam tulis, ragam baku, dan ragam tidak
baku.
II.2.2 Ragam
Lisan
Ragam bahasa
lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam
lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosa kata, dan lafal. Dalam ragam
bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau
tekanan, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide. Contoh ragam lisan
antara lain meliputi:
·
Ragam bahasa cakapan
·
Ragam bahasa pidato
·
Ragam bahasa kuliah
·
Ragam bahasa panggung
Ciri-ciri ragam bahasa lisan:
1) Ragam
lisan menghendaki adanya orang kedua, teman berbicara yang berada di depan
pembicara
2) Dalam
ragam lisan unsur-unsur fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, dan objek
tidak selalu dinyatakan. Unsur-unsur itu kadang-kadang dapat ditinggalkan. Hal
ini disebabkan oleh bahasa yang digunakan itu dapat dibantu oleh gerak, mimik,
pandangan, anggukan, atau intonasi.
Contoh: Orang yang berbelanja di pasar .
“Bu, berapa cabenya?”
“Tiga puluh.”
“Bisa kurang?”
“Dua lima saja, Nak.”
3) Ragam
lisan sangat terikat pada kondisi, situasi, ruang, dan waktu.
4) Ragam
lisan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan panjang pendeknya suara.
II.2.3 Ragam
Tulis
Ragam
tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf
sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis kita berurusan dengan tata cara
penulisan (ejaan) disamping aspek tata
bahasa dan kosakata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis kita
dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun
susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan
penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide. Contoh ragam tulis antara lain
meliputi:
·
Ragam bahasa teknis
·
Ragam bahasa undang-undang
·
Ragam bahasa cacatan
·
Ragam bahasa surat
Ciri-ciri ragam bahasa tulis:
1) Tidak
mengharuskan adanya teman bicara
2) Fungsi
gramatikal harus nyata
3) Tidak
terikat oleh situasi, kondisi, ruang dan waktu
4) Dilengkapi
tanda baca, huruf besar, dan huruf miring
Perbandingan wujud bahasa Indonesia
ragam lisan dan ragam tulis adalah sebagai berikut :
Ragam Lisan
|
Ragam Tulis
|
a. Penggunaan Bentuk Kata
·
Kendaraan yang ditumpanginya nabrak
pohon mahoni.
·
Bila tak sanggup, tak perlu lanjutkan pekerjaan itu.
·
Fotokopi ijazah harus dilegalisir
dulu oleh pimpinan akademi.
|
a. Penggunaan Bentuk Kata
·
Kendaraan yang ditumpanginya menabrak
pohon mahoni.
·
Apabila tidak sanggup, engkau tidak perlu melanjutkan pekerjaan. Itu.
·
Fotokopi ijazah harus dilegalisasi
oleh pimpinan akademi.
|
b. Penggunaan Kosakata
·
Saya sudah kasih tahu mereka
tentang hal itu.
·
Mereka lagi bikin denah buat pameran entar.
·
Pekerjaan itu agak macet disebabkan
karena keterlambatan dana yang diterima.
|
b. Penggunaan Kosakata
·
Saya sudah memberi tahu mereka
tantang hal itu.
·
Mereka sedang membuat denah untuk pameran nanti.
·
Pekerjaan itu agak macet disebabkan
oleh keterlambatan dana yang diterima.
|
c. Penggunaan Struktur Kalimat
·
Rencana ini saya sudah
sampaikan kepada direktur.
·
Dalam “Asah Terampil” ini dihadiri juga oleh Gubernur Daerah Istimewa
Aceh.
·
Karena terlalu banyak saran berbeda-beda sehingga ia makin bingung untuk
menyelesaikan pekerjaan itu.
|
c. Penggunaan Struktur Kalimat
·
Rencana ini sudah saya
sampaikan kepada Direktur.
·
“Asah Terampil” ini dihadiri juga
oleh Gubernur Daerah Istimewa Aceh.
·
Karena terlalu banyak saran yang berbeda-beda, iamakin bingung untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
|
II.2.4 Ragam
Baku
Ragam
baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga
masyarakat pemakainnya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma
bahasa dalam penggunaannnya.
Bahasa
baku atau bahasa standar adalah bahsa yang mempunyai nilai komunikatif yang
tinggi, yang digunakan dalam kepentingan nasional, dalam situasi resmi atau
dalam lingkungan resmi dan pergaulan sopan yang terikat oleh tulisan baku,
ejaan baku,istilah/kosakata baku, tata bahasa baku, serta lafal baku.
Untuk
dapat menetapkan suatu bahasa baku, diperlukan beberapa tolak ukur. W.A.Stewart
mengemukakan empat tolak ukur yang meliputi:
1) Standardization
(standarisasi) yakni kaidah atau patokan sebagai pedoman atau ukuran.
2) Autonomy
(otonomi) ialah kebebasan untuk berkembang.
3) Historicity
(historis) ialah suatu sistem linguistik yang terpercaya dan sejarah
pertumbuhannya dapat diketahui.
4) Vitality
(vitalitas) adalah daya hidup linguistik yang bersistem yang didukung oleh
pemakaiannya.
Berdasarkan tolak ukur ini, bahasa
Indonesia telah berhasil dibakukan dalam hal ejaan istilah, kosakata,dan tata
bahasa. Ragam baku mempunyai sifat-sifat sebagai berikut.
1) Mantap
Mantap artinya sesuai dengan kaidah
bahasa. Kalau kata rasa dibubuhi
awalan pe-, akan terbentuk kata perasa. Kata raba dibubuhi pe- akan
terbentuk kata peraba. Oleh karena
itu, menurut kemantapan bahasa, kata rajin
dibubuhi pe- akan menjadi perajin, bukan pengrajin. Kalau kita berpegang pada sikap mantap, kata pengrajin tidak dapat kita terima.
Bentuk-bentuk lepas tangan ,lepas pantai,
dan lepas landas merupakan contoh
pemantapan kaidah bahasa baku.
2) Dinamis
Dinamis
artinya tidak statis, tidak baku. Bahasa baku tidak menghendaki adanya bentuk
mati. Kata langganan mempunyai makna
ganda, yaitu orang yang berlangganan dan toko tempat berlangganan. Dalam hal
ini, tokonya disebut langganan dan
orang yang berlangganan itu disebut pelanggan.
3) Cendekia
Ragam baku bersifat cendekia karena
ragam baku dipakai pada tempat-tempat
resmi. Pewujud ragam baku ini adalah
orang-orang yang terpelajar. Hal ini dimungkinkan oleh pembinaan dan
pengembangan bahasa yang lebih baik melalui jalur pendidikan formal (sekolah).
Disamping itu, ragam baku dapat
dengan tepat memberikan gambaran apa yang ada dalam otak pembicara atau
penulis. Selanjutnya, ragam baku dapat memberikan gambaran yang jelas dalam
otak pendengar atau pembaca. Contoh kalimat yang tidak cendikia adalah sebagai
berikut.
“Rumah sang jutawan yang aneh akan
dijual.”
Frasa rumah sang jutawan yang aneh mengandung konsep ganda yaitu rumahnya
yang aneh atau sang jutawan yang aneh. Dengan demikian, kalimat itu tidak
memberikan informasi yang jelas. Agar mnjadi cendekia kalimat tersebut harus
diperbaiki sebagai berikut.
a) Rumah
aneh milik sang jutawan akan dijual.
b) Rumah
milik sang jutawan aneh akan dijual.
4) Seragam
Ragam baku bersifat seragam. Pada
hakikatnya, proses pembekuan bahasa ialah proses penyeragaman bahasa. Dengan
kata lain, pembekuan bahasa adalah pencarian titik-titik keseragaman. Pelayan kapal terbang dianjurkan untuk
memakai istilah pramugara dan pramugari. Andai kata ada orang yang
mengusulkan bahwa pelayan kapal terbang
steward atau stewardes dan
penyerapan itu seragam, kata itu menjadi ragam baku. Akan tetapi, kata steward dan stewardes sampai dengan saat ini tidak disepakati untuk
dipakai.yang timbul dalam masyarakat ialah pramugara
atau pramugari.
Fungsi
bahasa Indonesia baku sebagai berikut :
1) Pemersatu
(penghubung berbagai dialek bahasa dari berbagai daerah di Indonesia)
2) Sebagai
Penanda Kepribadian (cirri khas)
3) Sebagai
Penambah Wibawa (kesederajatan dengan peradaban lain)
4) Sebagai
Kerangka Acuan (norma atau kaidah yang dimodifikasi secara jelas)
Kriteria kata baku dapat dilihat dari segi lafal,
ejaan, gramatika, dan kenasionalannya:
a.
Baku dari segi lafal
Lafal baku bahasa indonesia adalah
lafal yang tidak “menampakkan” lagi ciri-ciri bahasa daerah atau bahasa asing.
KATA BAKU
|
KATA TIDAK BAKU
|
Atap
|
Atep
|
Enam
|
Anem, Enem
|
Semakin
|
Semangkin
|
Dengan
|
Dengen
|
Menggunakan
|
Menggunaken
|
Rapat
|
Rapet
|
Cuma
|
Cuman
|
Duduk
|
Dudu’
|
Gubuk
|
Gubug
|
b.
Baku
dari segi ejaan
Ejaan bahasa Indonesia yang baku
telah diberlakukan sejak 1972. Nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan (EYD). Oleh karena itu,
semua kata yang tidak ditulis menurut kaidah yang diatur dalam EYD adalah kata
yang tidak baku. Yang ditulis sesuai aturan EYD adalah kata yang baku.
KATA BAKU
|
KATA TIDAK BAKU
|
Ekspres
|
Ekpres, Espres
|
Kompliks
|
Komplik
|
Sistem
|
Sistim, System
|
Doa
|
Do’a
|
Jumat
|
Jumahat, Jum’at
|
Jadwal
|
Jadual
|
Nasihat
|
Nasehat
|
Apotek
|
Apotik
|
Kualitas
|
Kwalitas
|
Kosakata
|
Kosa kata
|
Wali kota
|
Walikota
|
Aktif
|
Aktip
|
Subjudul
|
Sub-judul
|
c.
Baku
dari segi gramatika
Secara gramatikal kata-kata baku
harus dibentuk menurut kaidah-kaidah gramatika. Beberapa contoh kata dalam
kalimat dari segi gramatika:
1. Beliau
ngontrak rumah di rawamangun
2. Anaknya
sekolah diluar negeri
3. Gubernur
tinjau daerah longsor
Bentuk baku kata ngontrak pada
kalimat 1 adalah mengontrak. Bentuk kata baku sekolah pada kalimat 2 adalah
bersekolah. Bentuk baku kata tinjau pada kalimat 3 adalah meninjau; sebuah
awalan me-harus digunakan secara konsisten.
d.
Baku
dari Segi Nasional
Kata-kata yang masih bersifat
kedaerahan, belum bersifat’’nasional’’ hendaknya jangan digunakan dalam
karangan ilmiah. Kalau kata-kata dari bahasa daerah itu sudah bersifat
nasional, artinya sudah menjadi bagian dari kekayaan kosakata bahasa Indonesia
boleh saja digunakan.
KATA BAKU
|
KATA TIDAK BAKU
|
Lurus
|
Lempeng
|
Tidak
|
Nggak
|
Sangat
|
Banget
|
Kacau
|
Semrawut
|
Menurut
|
Manut
|
Landai
|
Mudun
|
Bicara
|
Ngomong
|
e.
Baku
dari Bahasa Asing
Kata serapan dari bahasa asing
disebut baku kalau ejaannya telah dibuat menurut pedoman penyesuaian ejaan
bahasa asing seperti yang disebutkan dalam EYD maupun dalam buku Pedoman
Pembentukan Istilah.
KATA BAKU
|
KATA TIDAK BAKU
|
Standar
|
Standard
|
Standardisasi
|
Standarisasi
|
Kolektif
|
Kolektip
|
Sertifikat
|
Certifikat
|
Analisis
|
Analisa
|
Kuantitas
|
Kwantitas
|
Konsekoen
|
Konsekowen
|
Konduite
|
Kondite
|
Hierarki
|
II.2.5 Ragam
Tidak Baku
Pengertian
ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh
ciri-ciri yang menyimpang dari norma ragam baku. Menurut Suharianto bahasa
tidak baku (non standart) adalah
salah satu variasi bahasa yang tetap hidup dan berkembang sesuai fungsinya,
yaitu dalam pemkaian bahasa tidak resmi.
Bahasa tidak
baku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang tidak dikodefikasi, tidak
diterima, dan tidak difungsikan sebagai model masyarakat Indonesia secara luas,
tetapi dipakai oleh masyarakat secara khusus.
II.3 EYD DAN TANDA BACA
II.3.1
Ejaan van Ophuijsen
Pada tahun 1901 ditetapkan ejaan bahasa Melayu dengan
huruf Latin, yang disebut Ejaan van Ophuilsen. Van Ophuijsen merancang
ejaan itu dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib
Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan ini adalahsebagai berikut :
a) Huruf
j dipakai untuk menuliskan kata-kata seperti; jang, pajung, sajang, pajah.
b) Huruf oe
dipakai untuk menuliskan kata-kata seperti; goeroe, itoe,oemoer.
c) Tanda
diakritik, seperti koma, ain dan tanda trema, dipakaiuntuk menuliskan kata-kata
ma’moer, ‘akal, ta’, pa’
II.3.2 Ejaan Soewandi
Pada tanggal 19 Maret 1947,
Ejaan Soewandi diresmikan untuk menggantikan Ejaan van Ophujisen. Ejaan baru
ini oleh masyarakat diberi julukan Ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui
sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut:
a)
Huruf oe diganti dengan u, seperti pada; guru, itu, umur.
b)
Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k,
seperti pada kata-kata; tak, pak, maklum.
c)
Kata ulang boleh ditulis dengan angka-2, seperti
anak2, berjalan2, ke-barat2an.
d)
Awalan di- dan kata depan di-
keduanya ditulis serangakaidengan kata yang mengikutinya, seperti kata depan
di- pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis,
dibuang.
II.3.3 Ejaan Melindo
Pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia
dan Melayu (Slamet Mulyana-Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan
bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia).
Perkembangan politik tahun-tahun berikutnya mengurungkan peresmian ejaan ini.
II.3.4 Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan
(EYD)
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden
meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu
berdasarkan PutusanPresiden No. 57, Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan adalah sebagai berikut:
a)
Perubahan Huruf
·
Dj, dari djika menjadi jika
·
Tj, dari tjacap menjadi cakap
·
Nj, dari njata menjadi nyata
·
Ch, dari achir menjadi akhir
b)
Huruf f,v dan z merupakan unsur serapan dari bahasa asing
yang telah diresmikan pemakaiannya. Misal :
·
Khilaf
·
Fisik
·
Zakat
·
Universitas
c) Huruf
q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan,
misalnya pada kata furqan dan xenon.
d) Kata
ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya angka dua tidak digunakan
sebagai penanda perulangan. Misal :
·
Anak-anak, bukan anak2
·
Bersalam-salaman, bukan bersalam2an
·
Bermain-main, bukan bermain2
II.3.5
Ruang Lingkup Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Ruang lingkup EYD mencangkup lima aspek,
yaitu:
1)
Pemakaian huruf membicarakan bagian-bagian
dasar dari suatu bahasa, yaitu : Abjad, Vokal, Konsonan, Pemenggalan dan Nama
Diri.
2)
Penulisan huruf membicarakan beberapa
perubahan huruf dari ejaan sebelumnya yang meliputi Huruf Kapital dan Huruf
Miring.
3)
Penulisan kata membicarakan bidang morfologi
dengan segala bentuk dan jenisnya berupa
·
Kata Dasar
·
Kata Turunan
·
Kata Ulang
·
Gabungan Kata
·
Kata Ganti kau, ku, mu,dan nya
·
Kata Depan di, ke, dan dari
·
Kata Sandang si dan sang
·
Partikel
·
Singkatan dan Akronim
·
Angka dan Lambang Bilangan
4)
Penulisan unsur serapan membicarakan kaidah
cara penulisan unsur serapan, terutama kosa kata yang berasal dari bahasa
asing.
II.4 TEORI TANDA BACA
Dalam
pemakaian tanda baca mencakup hal-hal sebagai berikut:
II.4.1 Tanda Titik (.)
a)
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang
bukan pertanyaan atau seruan. Misalnya: Nenekku tinggal di Jawa Tengah.
b)
Tanda titik dipakai di belakang angka atau
huruf dalam suatu bagan,ihtisar atau daftar. Misalnya:
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
B. Rumusan
Masalah
C. Tujuan
Penulisan
Catatan
: Tanda titik tidak dipakai
di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka itu
merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
Misal: (1.2.3 Grafik bukan
1.2.3. grafik)
c)
Tanda
titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan waktu. Misal: Pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20
detik).
d)
Tanda
titik di pakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan
tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka. Misalnya: Siregar, Merari, 1920, Azab dan Sengsara. Weltervreden:Balai
Poestaka.
e)
Tanda
titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya. Misal: Desa itu berpenduduk 25.474 orang.
f)
Tanda
titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau
kelipatannya yang tidak menyatakan jumlah. Misal: Ia lahir
pada tahun 1956 di Bandung.
g)
Tanda
titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala
karangan atau kapala ilustrasi, tabel dan lain sebagainya. Misal: Acara
Kunjungan Adam Malik Salah
Asuhan
h)
Tanda
titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan
tanggal surat atau (2) nama dan alamat penerima surat. Misal:
·
Jalan
Dipenogoro 82 (tanpa titik)
·
Jakarta
(tanpa titik)
·
1
April 1985 (Tanpa titik)
·
Yth.
Sdr . Moh . Hasan (tanpa titik)
II.4.2 Tanda Koma (,)
a)
Dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu
perincian. Misal: Adik membeli tas, buku, pensil, dan penghapus untuk keperluan
sekolah.
b)
Dipakai untuk memisahkan suatu kalimat setara
dengan kalimat setara berikutnya yang didahului dengan kata hubung seperti tetapi,
melainkan, dan sedangkan. Misal: Saya ingin pergi, tetapi dia tidak kunjung
dating.
c)
Dipakai untuk memisahkan anak kalimat dengan
induk kalimat jika anak itu mendahulai induk kalimatnya. Misal: Kalau hari
hujan, dia tidak akan pergi.
d)
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan
anak kalimat dengan induk kalimat jika anak kalimat mengiringi induk kalimat.
Misal:
Dia tidak akan pergi kalau hari hujan.
Dia tidak akan pergi kalau hari hujan.
e)
Dipakai di belakang kata atau ungkapan
penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Misal: Kendaraan di
jalan semakin padat. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
f)
Dipakai untuk memisahkan petikan langsung
dari dari bagian laindalam kalimat. Misal: Kata Ayah,”Nenek akan datang.”
g)
Dipakai diantara nama orang dan gelar
akademik yang mengikutinya. Misal: Ibu Dra. Lisdwiana Kurniati, M.P.d. adalah
dosen Mata Kuliah Penyuluhan Bahasa Indonesia.
h)
Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan
yang sifatnya tidak membatasi. Misal: Semua Mahasiswa STKIP Muhammadiyah, baik
laki-laki maupun perempuan, harus mematuhi peraturan kampus.
i)
Dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya,
wah, aduh, dari kata lain yang terdapat dalam kalimat. Misal : Aduh, Kartu
Peserta Ujianku tertinggal di rumah!
j)
Dipakai diantara nama dan alamat,
bagian-bagian alamat, tempat dan tanggal, serta nama tempat dan wilayah yang
ditulis berurutan. Misal : Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Ketua
Jurusan Bahasa dan Seni, STKIP Muhammadiyah, Jalan Makam, Pringsewu.
k)
Dipakai untuk menceraikan bagian nama yang
dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misal : Alisjahbana, Sutan Takdir.1949.
Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.Djakarta:PT Pustaka Rakyat.
l)
Dipakai diantara bagian-bagian dalam catatan
kaki. Misal : W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk
Karang-Mengarang(Yogyakarta; UP Indonesia, 19670,hlm.4.
m)
Dipakai di muka anka persepuluhan atau
diantara rupiahyang dinyatakan dengan angka. Misal: Kedalaman sungai itu hanya
12,5 m.
n)
Dipakai untuk menghindari salah salah bacadi
belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misal: Atas bantuan Fara,
Intan mengucapkan terima kasih.
o)
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan
petikan langsungdari bagian lain yang mengiringinya jika petikan itu berakhir
dengan tanda tanya atau seru. Misal: Ke mana Saudara akan pergi?” Tanya
Anto.
II.4.3 Tanda Titik Koma (;)
a)
Dipakai untuk memisahkan bagian-bagian
kalimat yang sejenis dan setara. Misal: Malam semakin larut;tugas kuliah belum
selesai juga.
b)
Dipakai sebagai pengganti kata penghubung
untuk memisahkan yang setara di dalam kalimat majemuk. Misal: Saya mengerjakan
tugas kuliah; kakak asyik menonton televisi.
II.4.4 Tanda Titik Dua (: )
a)
Dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap
jika diikuti pemberian. Misal: Ibu memerlukan perabot rumah tangga: kursi,
meja,dan lemari.
b)
Dipakai sesudah kata atau ungkapan yang
memerlukan pemerian. Misal: Acara akan di laksanakan pada :
Hari :
Tempat :
Waktu :
c)
Dipakai dalam teks drama sesudah kata yang
menunjukan pelaku dalam percakapan. Misal: Amir : “ Baik, Bu,” (mengangkat
kompor dan masuk)
d)
Dipakai di antara jilid atau nomor dan
halaman, diantara bab dan ayat dalam kitab suci,diantara judul dan anak judul
suatu karangan,serta nama kota dan penerbit buku. Misal: Guru agama Islam
membacakan surat Al Imron:156.
II.4.5 Tanda Hubung (-)
a)
Tanda hubung menyambung unsure-unsur kata
ulang. Misal: Ani memakai baju kemerah-merahan.
b)
Tanda hubung boleh digunakan untuk
memperjelas hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan dan penghilang bagian
kelompok kata. Misal: Sesama teman harus memiliki rasa kesetiakawanan-sosial.
c)
Dipakai untuk merangkaikan se dengan kata
berikutnya, ke dengan angka, angka dengan an. Misal : Pada tanggal 17 Agustus se-Indonesia
merayakan kemerdekaan.
d)
Untuk merangkaikan unsure bahasa Indonesia
dengan unsure bahasa asing. Misal: Taufik Hidayat unggul dalam pertandingan
bulu tangkis setelah men-smash lawannya.
e)
Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar
yang terpisah oleh pergantian baris, Misal: Di sampina cara-cara lama itu ada
juga ca-ra yang baru.
f)
Menyambung awalan dengan bagian kata di
belakangnya atau akhiran dengan bagian katadi depannya pada pergantian baris.
Misal: Senjata ini merupakan alat pertahan-an yang canggih.
g)
Menyambung huruf kata yang di eja satu-satu
dan bagian-bagian tanggal. Misalnya: p-a-n-i-t-i-a
II.4.6 Tanda Pisah (–)
a)
Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau
kalimat yang member penjelasan di luar bangun kalimat. Misal : Kemerdekaan
bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
b)
Dipakai diantara dua bilangan,tanggal atau
tempat dengan arti’ sampai ke’ atau ‘sama dengan’. Misal: Pertandingan sepak
bola itu berlangsung dari tanggal 2–8 November 2010.
II.4.7 Tanda Ellipsis (…)
a)
Dipakai dalam kalimat terputus-putus. Misal:
Kalau begitu… ya,kita harus semangat.
b)
Menunjukan ahwa dalam suatu kalimatada bagian
yang di hilangkan. Misal: Sebab-sebab kemerosotan… akan diteliti lebih lanjut.
II.4.8 Tanda Tanya (?)
a)
Dipakai pada akhir kalimat tanya. Misal:
Kapan kamu akan pulang?
b)
Dipakai di dalam tanda kurunguntuk menyatakan
bagian kalimat yang kurang dapat dibuktikan kebenaranya. Misal: Uangnya
sebanyak 20 juta rupiah(?) hilang.
II.4.9 Tanda Seru (!)
a)
Dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang
berupa seruan. Misal: Alangkah seramnnya peristiwa itu!
II.4.10
Tanda Kurung ( ( ) )
a)
Mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misal: Bagian perencanaan sudah selesai menyusun DIK ( Daftar Isian Kegiatan)
kantor itu.
b)
Mengapit keterangan atau penjelasan yang
bukan bagian integral pokok pembicaraan
II.4.11
Tanda Kurung Siku ( [ ] )
Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok
kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa
kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat pada naskah asli. Misal: Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam
kalimat penjelas.
II.4.12 Tanda Petik (“…”)
a)
Tanda
petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan
naskah dan atau bahan tulis lain. Misal: “Saya
belum siap,” kata
Mira, “tunggu sebentar!”
b)
Tanda
petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misal: Bacalah
“Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa, Dari Suatu Tempat.
c)
Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang
kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Misal: Maja dikenal dengan nama “cutbrai”
d)
Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang
mengakhiri petikan langsung. Misal: Kata Tono, “Saya juga minta satu”.
e)
Tanda
baca penutup kalimat atau bagian kalim ditempatnkan di belakang
tanda petik yang menhgapit kata aatau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus
pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Misal: Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “Si Hitam”.
Catatan: Tanda petik pembuka dan petik penutup pada pasangan tanda
petik itu ditulisama tinggi di sebelah baris.
II.4.13 Tanda Petik Tunggal
(‘…’)
a)
Tanda petik
tunggal mengapit petikan
yang tersusun di dalam petikan lain. Misal:
Tanya Basri, “kau dengar
bunyi ‘kring-kring’
tadi?”
“Waktu kubuka pintu
depan , kudengar teriakkan anakku ,.
b)
Tanda petik
tunggal mengapit makna , terjemahan ,atau penjelasan kata atau ungkapan asing. Misal: Feed-back ‘balikkan’
II.4.14 Tanda Garis Miring
( / )
a)
Tanda
Garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan
masa satu tahun yang terbagi dalam satu tahun takwim. Misal:
No.7/PK/ 1973
Jalan Kramat 111/10
b)
Tanda Garis
miring dipakai sebagai pengganti kata atau dan tiap.
Misal:
Dikirimkan lewat darat/laut. ‘Dikirimkan lewat darat
atau laut.’
Harganya Rp.25.000/ lembar. ‘Harganya Rp.25.000 tiap lembar.’
II.4.15 Tanda Penyingkat
atau Apostrop ( ` )
Tanda Penyingkat atau Apostrof menunjukkan penghilangan
bagian kata atau bagian angka tahun. Misal:
Ali`kan kusurati
(`kan = akan)
Malam`lah
tiba (`lah = telah)
II.4.16 Angka dan Lambang
Bilangan
Angka
lambang bilangan yaitu angka yang dipakai untuk menyatakan lambang bilangan
atau nomor.
Misal:
Angka : 0, 1, 2, 3, 4, 5 dsb.
Angka
romawi : I, II, III, IV, V dsb.
BAB
III
SIMPULAN
Peran pertama bahasa Indonesia adalah
sebagai bahasa persatuan. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia berkedudukan
sebagai Bahasa Nasional. Kedua adalah sebagai bahasa Negara.
Yang dimaksud
ragam bahasa adalah bentuk atau wujud bahasa yang ditandai oleh ciri-ciri
linguistik tertentu, seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis. Disamping
ditandai oleh ciri-ciri linguistik timbulnya ragam bahasa juga ditandai oleh
non linguistik misalnya lokasi atau tempat penggunaannya, lingkungan sosial pemakaiannya,
dan lingkungan keprofesian pemakai bahasa yang bersangkutan. Ragam bahasa
terbagi atas: Ragam lisan, ragam tulis, ragam baku, dan ragam tidak baku.
Ejaan yang
disempurnakan (EYD) dimulai sejak Ejaan van Ophuijsen, Ejaan Soewandi, Ejaan
Melindo dan sekarang dikenal dengan ejaan yang disempurnakan (EYD) yang telah
diresmikan oleh Presiden pada 16 Agustus 1972.
Dalam pemakaian
tanda baca, perlu diketahui ada beberapa tanda baca yang bisa digunakan. Yakni,
tanda titik, tanda koma, tanda titik koma, tanda titik dua, tanda hubung, tanda
pisah, tanda ellipsis, tanda tanya, tanda seru, tanda kurung, tanda kurung
siku, tanda petik, tanda petik tunggal, tanda garis miring, tanda apostrop dan
angka serta lambing bilangan. Dengan menggunakan tanda baca ini, tulisan akan
mudah dipahami dan dilafalkan dengan baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Kencana, Nur (2014). Sejarah, Kedudukan
serta Fungsi Bahasa Indonesia. Tersedia :
https://www.academia.edu/8969688/Sejarah_Kedudukan_serta_Fungsi_Bahasa_Indonesia
[03 Oktober 2015]
Septiani, Annisa (2014). Ragam Bahasa. Tersedia
: https://www.academia.edu/10092476/Ragam_Bahasa [03 OKTOBER 2015].
Zulvina, Desi (2014). “EJAAN DAN TANDA
BACA”. Makalah Bahasa Indonesia, Pekanbaru.