Rabu, 07 Oktober 2015

TUGAS BULAN 1 PTA 2015/2016

TUGAS BULAN 1




1.      Peran dan Fungsi Bahasa Indonesia
2.      Ragam Bahasa
3.      Ejaan dan Tanda Baca




Tika Apriyani
18113907
3KA17



UNIVERSITAS GUNADARMA
PTA 2015/2016

BAB I
PENDAHULUAN

I.1        Latar Belakang
            Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional, yakni bahasa persatuan Republik Indonesia. Di setiap bagian wilayah di Indonesia pasti telah mengenal bahasa Indonesia karena merupakan elemen terpenting dalam berkomunikasi di kehidupan sehari-hari. Bahasa Indonesia sangat penting untuk kita ketahui karena menjadi penghubung komunikasi antar bangsa dan suku di seluruh  Indonesia.
Dengan mengetahui, mempelajari dan memahami bahasa Indonesia, akan memudahkan kita berkomunikasi dengan orang dari luar daerah yang menggunakan bahasa daerah tersendiri. Misalkan, orang Jawa bertemu dengan orang Padang, masing-masing memiliki bahasa daerah, agar mereka dapat berkomunikasi, menggunakan bahasa Indonesia adalah pilihan yang tepat. Bahasa Indonesia dapat membawakan informasi secara lisan dan tulisan. Oleh karena itu, patut diketahui dasar-dasar bahasa Indonesia untuk memperdalam pemahaman mengenai bahasa Indonesia dan cara menggunakannya dengan baik dan benar.
I.2        Rumusan Masalah
Dari latar belakang pada tulisan ini, dirumuskan beberpa masalah mengenai bahasa Indonesia sebagai berikut :
1.      Apa peran dan fungsi bahasa Indonesia?
2.      Apa itu ragam bahasa?
3.      Bagaimanakah Ejaan yang disempurnakan beserta tanda bacanya?
I.3        Tujuan
Dalam tugas ini saya akan menjelaskan mengenai Peran dan Fungsi Bahasa Indonesia, Ragam Bahasa Indonesia, Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) serta Teori Tanda baca.

BAB II
PEMBAHASAN


II.1      PERAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
II.1.1   Peran Bahasa Indonesia
Fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai alat komunikasi, karena dalam kehidupan sehari-hari warga negara Indonesia menggunakan bahasa Indonesia sebagai media untuk berkomunikasi satu dengan lainnya. Bahasa Indonesia juga berfungsi untuk mengekspresikan diri dengan menggunakan kata-kata membuat mereka bebas bicara dan mengeluarkan pendapat dengan tata bahasa yang baik. Bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai alat integritas dan beradaptasi sosial lingkungan yang berguna untuk menyatukan beragam manusia dalam suatu lingkungan sosial. Dan bahasa Indonesia menjadi alat kontrol sosial, dengan menyamoaikan informasi secara lisan dan tulisan dengan tata bahasa yang baik dan benar.
Kedudukan pertama bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia berkedudukan sebagai Bahasa Nasional. Kedua adalah sebagai bahasa Negara.
II.1.2   Sebagai Bahasa Nasional
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional diperoleh sejak awal kelahirannya, yaitu tanggal 28 Oktober 1928 dalam Sumpah Pemuda. Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional sekaligus merupakan bahasa persatuan. Adapun dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia mempunyai fungsi sebagai berikut. Lambang jati diri (identitas), lambang kebanggaan bangsa, alat pemersatu berbagai masyarakat yang mempunyai latar belakang etnis dan sosial-budaya, serta bahasa daerah yang berbeda, dan alat penghubung antarbudaya dan antar daerah.

II.1.3   Sebagai Bahasa Resmi/Negara
Kedudukan bahasa Indonesia yang kedua adalah sebagai bahasa resmi/negara; kedudukan ini mempunyai dasar yuridis konstitusional, yakni Bab XV pasal 36 UUD 1945. Dalam kedudukannya sebagai bahasa resmi/negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut. Bahasa resmi Negara, bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, dan bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu dan teknologi.
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mempunyai fungsi khusus, yaitu:
a)      Bahasa resmi kenegaraan;
b)      Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan;
c)      Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah;
d)     Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga perlu dibakukan atau distandarkan.
·         Ejaan Van Ophuijen (1901)
·         Ejaan Soewandi (1947)
·         Ejaan yang Disempurnakan (EYD, tahun 1972)
·         Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Istilah (1975)
·         Kamus besar Bahasa Indonesia, dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988)

II.2      RAGAM BAHASA
II.2.1   Pengertian Ragam Bahasa
Yang dimaksud ragam bahasa adalah bentuk atau wujud bahasa yang ditandai oleh ciri-ciri linguistik tertentu, seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis. Disamping ditandai oleh ciri-ciri linguistik timbulnya ragam bahasa juga ditandai oleh non linguistik misalnya lokasi atau tempat penggunaannya, lingkungan sosial pemakaiannya, dan lingkungan keprofesian pemakai bahasa yang bersangkutan.
            Ragam bahasa terbagi atas: Ragam lisan, ragam tulis, ragam baku, dan ragam tidak baku.
II.2.2   Ragam Lisan
Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosa kata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide. Contoh ragam lisan antara lain meliputi:
·         Ragam bahasa cakapan
·         Ragam bahasa pidato
·         Ragam bahasa kuliah
·         Ragam bahasa panggung
Ciri-ciri ragam bahasa lisan:
1)      Ragam lisan menghendaki adanya orang kedua, teman berbicara yang berada di depan pembicara
2)      Dalam ragam lisan unsur-unsur fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, dan objek tidak selalu dinyatakan. Unsur-unsur itu kadang-kadang dapat ditinggalkan. Hal ini disebabkan oleh bahasa yang digunakan itu dapat dibantu oleh gerak, mimik, pandangan, anggukan, atau intonasi.
Contoh: Orang yang berbelanja di pasar .
“Bu, berapa cabenya?”
“Tiga puluh.”
“Bisa kurang?”
“Dua lima saja, Nak.”
3)      Ragam lisan sangat terikat pada kondisi, situasi, ruang, dan waktu.
4)      Ragam lisan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan panjang pendeknya suara.
II.2.3   Ragam Tulis
            Ragam tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) disamping aspek tata  bahasa dan kosakata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide. Contoh ragam tulis antara lain meliputi:
·         Ragam bahasa teknis
·         Ragam bahasa undang-undang
·         Ragam bahasa cacatan
·         Ragam bahasa surat
Ciri-ciri ragam bahasa tulis:
1)      Tidak mengharuskan adanya teman bicara
2)      Fungsi gramatikal harus nyata
3)      Tidak terikat oleh situasi, kondisi, ruang dan waktu
4)      Dilengkapi tanda baca, huruf besar, dan huruf miring

Perbandingan wujud bahasa Indonesia ragam lisan dan ragam tulis adalah sebagai berikut :
Ragam Lisan
Ragam Tulis
a.      Penggunaan Bentuk Kata
·         Kendaraan yang ditumpanginya nabrak pohon mahoni.
·         Bila tak sanggup, tak perlu lanjutkan pekerjaan itu.
·         Fotokopi ijazah harus dilegalisir dulu oleh pimpinan akademi.
a.      Penggunaan Bentuk Kata
·         Kendaraan yang ditumpanginya menabrak pohon mahoni.
·         Apabila tidak sanggup, engkau tidak perlu melanjutkan pekerjaan. Itu.
·         Fotokopi ijazah harus dilegalisasi oleh pimpinan akademi.
b.      Penggunaan Kosakata
·         Saya sudah kasih tahu mereka tentang hal itu.
·         Mereka lagi bikin denah buat pameran entar.
·         Pekerjaan itu agak macet disebabkan karena keterlambatan dana yang diterima.
b.      Penggunaan Kosakata
·         Saya sudah memberi tahu mereka tantang hal itu.
·         Mereka sedang membuat denah untuk pameran nanti.
·         Pekerjaan itu agak macet disebabkan oleh keterlambatan dana yang diterima.
c.       Penggunaan Struktur Kalimat
·         Rencana ini saya sudah sampaikan kepada direktur.
·         Dalam “Asah Terampil” ini dihadiri juga oleh Gubernur Daerah Istimewa Aceh.
·         Karena terlalu banyak saran berbeda-beda sehingga ia makin bingung untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
c.       Penggunaan Struktur Kalimat
·         Rencana ini sudah saya sampaikan kepada Direktur.
·          “Asah Terampil” ini dihadiri juga oleh Gubernur Daerah Istimewa Aceh.
·         Karena terlalu banyak saran yang berbeda-beda, iamakin bingung untuk menyelesaikan pekerjaan itu.






II.2.4   Ragam Baku
            Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainnya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannnya.
            Bahasa baku atau bahasa standar adalah bahsa yang mempunyai nilai komunikatif yang tinggi, yang digunakan dalam kepentingan nasional, dalam situasi resmi atau dalam lingkungan resmi dan pergaulan sopan yang terikat oleh tulisan baku, ejaan baku,istilah/kosakata baku, tata bahasa baku, serta lafal baku.
            Untuk dapat menetapkan suatu bahasa baku, diperlukan beberapa tolak ukur. W.A.Stewart mengemukakan empat tolak ukur yang meliputi:
1)      Standardization (standarisasi) yakni kaidah atau patokan sebagai pedoman atau ukuran.
2)      Autonomy (otonomi) ialah kebebasan untuk berkembang.
3)      Historicity (historis) ialah suatu sistem linguistik yang terpercaya dan sejarah pertumbuhannya dapat diketahui.
4)      Vitality (vitalitas) adalah daya hidup linguistik yang bersistem yang didukung oleh pemakaiannya.
Berdasarkan tolak ukur ini, bahasa Indonesia telah berhasil dibakukan dalam hal ejaan istilah, kosakata,dan tata bahasa. Ragam baku mempunyai sifat-sifat sebagai berikut.
1)      Mantap
Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa. Kalau kata rasa dibubuhi awalan pe-, akan terbentuk kata perasa. Kata raba dibubuhi pe- akan terbentuk kata peraba. Oleh karena itu, menurut kemantapan bahasa, kata rajin dibubuhi pe- akan menjadi perajin, bukan pengrajin. Kalau kita berpegang pada sikap mantap, kata pengrajin tidak dapat kita terima. Bentuk-bentuk lepas tangan ,lepas pantai, dan lepas landas merupakan contoh pemantapan kaidah bahasa baku.
2)      Dinamis
Dinamis artinya tidak statis, tidak baku. Bahasa baku tidak menghendaki adanya bentuk mati. Kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang yang berlangganan dan toko tempat berlangganan. Dalam hal ini, tokonya disebut langganan dan orang yang berlangganan itu disebut pelanggan.
3)      Cendekia
Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-tempat resmi. Pewujud ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar. Hal ini dimungkinkan oleh pembinaan dan pengembangan bahasa yang lebih baik melalui jalur pendidikan formal (sekolah).
Disamping itu, ragam baku dapat dengan tepat memberikan gambaran apa yang ada dalam otak pembicara atau penulis. Selanjutnya, ragam baku dapat memberikan gambaran yang jelas dalam otak pendengar atau pembaca. Contoh kalimat yang tidak cendikia adalah sebagai berikut.
“Rumah sang jutawan yang aneh akan dijual.”
Frasa rumah sang jutawan yang aneh mengandung konsep ganda yaitu rumahnya yang aneh atau sang jutawan yang aneh. Dengan demikian, kalimat itu tidak memberikan informasi yang jelas. Agar mnjadi cendekia kalimat tersebut harus diperbaiki sebagai berikut.
a)      Rumah aneh milik sang jutawan akan dijual.
b)      Rumah milik sang jutawan aneh akan dijual.
4)      Seragam
Ragam baku bersifat seragam. Pada hakikatnya, proses pembekuan bahasa ialah proses penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembekuan bahasa adalah pencarian titik-titik keseragaman. Pelayan kapal terbang dianjurkan untuk memakai istilah pramugara dan pramugari. Andai kata ada orang yang mengusulkan bahwa pelayan kapal terbang steward atau stewardes dan penyerapan itu seragam, kata itu menjadi ragam baku. Akan tetapi, kata steward dan stewardes sampai dengan saat ini tidak disepakati untuk dipakai.yang timbul dalam masyarakat ialah pramugara atau pramugari.
Fungsi bahasa Indonesia baku sebagai berikut :
1)      Pemersatu (penghubung berbagai dialek bahasa dari berbagai daerah di Indonesia)
2)      Sebagai Penanda Kepribadian (cirri khas)
3)      Sebagai Penambah Wibawa (kesederajatan dengan peradaban lain)
4)      Sebagai Kerangka Acuan (norma atau kaidah yang dimodifikasi secara jelas)
Kriteria kata baku dapat dilihat dari segi lafal, ejaan, gramatika, dan kenasionalannya:
a.       Baku dari segi lafal
Lafal baku bahasa indonesia adalah lafal yang tidak “menampakkan” lagi ciri-ciri bahasa daerah atau bahasa asing.
KATA BAKU
KATA TIDAK BAKU
Atap
Atep
Enam
Anem, Enem
Semakin
Semangkin
Dengan
Dengen
Menggunakan
Menggunaken
Rapat
Rapet
Cuma
Cuman
Duduk
Dudu’
Gubuk
Gubug
b.      Baku dari segi ejaan
Ejaan bahasa Indonesia yang baku telah diberlakukan sejak 1972. Nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan  (EYD). Oleh karena itu, semua kata yang tidak ditulis menurut kaidah yang diatur dalam EYD adalah kata yang tidak baku. Yang ditulis sesuai aturan EYD adalah kata yang baku.
KATA BAKU
KATA TIDAK BAKU
Ekspres
Ekpres, Espres
Kompliks
Komplik
Sistem
Sistim, System
Doa
Do’a
Jumat
Jumahat, Jum’at
Jadwal
Jadual
Nasihat
Nasehat
Apotek
Apotik
Kualitas
Kwalitas
Kosakata
Kosa kata
Wali kota
Walikota
Aktif
Aktip
Subjudul
Sub-judul
c.       Baku dari segi gramatika
Secara gramatikal kata-kata baku harus dibentuk menurut kaidah-kaidah gramatika. Beberapa contoh kata dalam kalimat dari segi gramatika:
1.      Beliau ngontrak rumah di rawamangun
2.      Anaknya sekolah diluar negeri
3.      Gubernur tinjau daerah longsor
Bentuk baku kata ngontrak pada kalimat 1 adalah mengontrak. Bentuk kata baku sekolah pada kalimat 2 adalah bersekolah. Bentuk baku kata tinjau pada kalimat 3 adalah meninjau; sebuah awalan me-harus digunakan secara konsisten.
d.      Baku dari Segi Nasional
Kata-kata yang masih bersifat kedaerahan, belum bersifat’’nasional’’ hendaknya jangan digunakan dalam karangan ilmiah. Kalau kata-kata dari bahasa daerah itu sudah bersifat nasional, artinya sudah menjadi bagian dari kekayaan kosakata bahasa Indonesia boleh saja digunakan.
KATA BAKU
KATA TIDAK BAKU
Lurus
Lempeng
Tidak
Nggak
Sangat
Banget
Kacau
Semrawut
Menurut
Manut
Landai
Mudun
Bicara
Ngomong
e.       Baku dari Bahasa Asing
Kata serapan dari bahasa asing disebut baku kalau ejaannya telah dibuat menurut pedoman penyesuaian ejaan bahasa asing seperti yang disebutkan dalam EYD maupun dalam buku Pedoman Pembentukan Istilah.
KATA BAKU
KATA TIDAK BAKU
Standar
Standard
Standardisasi
Standarisasi
Kolektif
Kolektip
Sertifikat
Certifikat
Analisis
Analisa
Kuantitas
Kwantitas
Konsekoen
Konsekowen
Konduite
Kondite
Hierarki
Hirarki

II.2.5   Ragam Tidak Baku
            Pengertian ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma ragam baku. Menurut Suharianto bahasa tidak baku (non standart) adalah salah satu variasi bahasa yang tetap hidup dan berkembang sesuai fungsinya, yaitu dalam pemkaian bahasa tidak resmi.
Bahasa tidak baku adalah salah satu ragam bahasa Indonesia yang tidak dikodefikasi, tidak diterima, dan tidak difungsikan sebagai model masyarakat Indonesia secara luas, tetapi dipakai oleh masyarakat secara khusus.

II.3      EYD DAN TANDA BACA
II.3.1   Ejaan van Ophuijsen
            Pada tahun 1901 ditetapkan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang disebut Ejaan van Ophuilsen. Van Ophuijsen merancang ejaan itu dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan ini adalahsebagai berikut :
a)      Huruf  j dipakai untuk menuliskan kata-kata seperti;  jang, pajung, sajang, pajah. 
b)      Huruf oe dipakai untuk menuliskan kata-kata seperti; goeroe, itoe,oemoer.
c)      Tanda diakritik, seperti koma, ain dan tanda trema, dipakaiuntuk menuliskan kata-kata ma’moer, ‘akal, ta’, pa’ 
II.3.2   Ejaan Soewandi
Pada tanggal 19 Maret 1947, Ejaan Soewandi diresmikan untuk menggantikan Ejaan van Ophujisen. Ejaan baru ini oleh masyarakat diberi julukan Ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut:
a)      Huruf oe diganti dengan u, seperti pada; guru, itu, umur.
b)      Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata; tak, pak, maklum.
c)      Kata ulang boleh ditulis dengan angka-2, seperti anak2, berjalan2, ke-barat2an.
d)     Awalan di- dan kata depan di- keduanya ditulis serangakaidengan kata yang mengikutinya, seperti kata depan di- pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dibuang.
II.3.3   Ejaan Melindo
Pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slamet Mulyana-Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan politik tahun-tahun berikutnya mengurungkan peresmian ejaan ini.

II.3.4   Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD)
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan PutusanPresiden No. 57, Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu. Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan adalah sebagai berikut:
a)      Perubahan Huruf
·         Dj, dari djika menjadi jika
·         Tj, dari tjacap menjadi cakap
·         Nj, dari njata menjadi nyata
·         Ch, dari achir menjadi akhir
b)      Huruf f,v dan z merupakan unsur serapan dari bahasa asing yang telah diresmikan pemakaiannya. Misal :
·         Khilaf
·         Fisik
·         Zakat
·         Universitas
c)      Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan, misalnya pada kata furqan dan xenon.
d)     Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya angka dua tidak digunakan sebagai penanda perulangan. Misal :
·         Anak-anak, bukan anak2
·         Bersalam-salaman, bukan bersalam2an
·         Bermain-main, bukan bermain2
II.3.5   Ruang Lingkup Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Ruang lingkup EYD mencangkup lima aspek, yaitu:
1)      Pemakaian huruf membicarakan bagian-bagian dasar dari suatu bahasa, yaitu : Abjad, Vokal, Konsonan, Pemenggalan dan Nama Diri.
2)      Penulisan huruf membicarakan beberapa perubahan huruf dari ejaan sebelumnya yang meliputi Huruf Kapital dan Huruf Miring.
3)      Penulisan kata membicarakan bidang morfologi dengan segala bentuk dan jenisnya berupa
·         Kata Dasar
·         Kata Turunan
·         Kata Ulang
·         Gabungan Kata
·         Kata Ganti kau, ku, mu,dan  nya
·         Kata Depan di, ke, dan dari
·         Kata Sandang si dan sang
·         Partikel
·         Singkatan dan Akronim
·         Angka dan Lambang Bilangan
4)      Penulisan unsur serapan membicarakan kaidah cara penulisan unsur serapan, terutama kosa kata yang berasal dari bahasa asing.
II.4      TEORI TANDA BACA
Dalam pemakaian tanda baca mencakup hal-hal sebagai berikut:
II.4.1   Tanda Titik (.)
a)      Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Misalnya: Nenekku tinggal di Jawa Tengah.
b)      Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan,ihtisar atau daftar. Misalnya:
I.       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan Penulisan
Catatan : Tanda titik  tidak  dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf. Misal: (1.2.3 Grafik bukan 1.2.3. grafik)
c)      Tanda titik dipakai untuk memisahkan  angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Misal: Pukul 1.35.20  (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik).
d)     Tanda titik di pakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka. Misalnya: Siregar, Merari, 1920, Azab dan Sengsara. Weltervreden:Balai Poestaka.
e)      Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya. Misal:  Desa itu berpenduduk 25.474 orang.
f)       Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menyatakan jumlah. Misal: Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
g)      Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kapala ilustrasi, tabel dan lain  sebagainya. Misal: Acara Kunjungan Adam Malik Salah Asuhan
h)      Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat  atau (2) nama dan alamat penerima surat. Misal:
·         Jalan Dipenogoro 82 (tanpa titik)
·         Jakarta (tanpa titik)
·         1 April 1985 (Tanpa titik)
·         Yth. Sdr . Moh . Hasan (tanpa titik)
II.4.2   Tanda Koma (,)
a)      Dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian. Misal: Adik membeli tas, buku, pensil, dan penghapus untuk keperluan sekolah.
b)      Dipakai untuk memisahkan suatu kalimat setara dengan kalimat setara berikutnya yang didahului dengan kata hubung seperti tetapi, melainkan, dan sedangkan. Misal: Saya ingin pergi, tetapi dia tidak kunjung dating.
c)      Dipakai untuk memisahkan anak kalimat dengan induk kalimat jika anak itu mendahulai induk kalimatnya. Misal: Kalau hari hujan, dia tidak akan pergi.
d)     Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dengan induk kalimat jika anak kalimat mengiringi induk kalimat. Misal:
Dia tidak akan pergi kalau hari hujan.
e)      Dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Misal: Kendaraan di jalan semakin padat. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
f)       Dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari dari bagian laindalam kalimat. Misal: Kata Ayah,”Nenek akan datang.”
g)      Dipakai diantara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya. Misal: Ibu Dra. Lisdwiana Kurniati, M.P.d. adalah dosen Mata Kuliah Penyuluhan Bahasa Indonesia.
h)      Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. Misal: Semua Mahasiswa STKIP Muhammadiyah, baik laki-laki maupun perempuan, harus mematuhi peraturan kampus.
i)        Dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, dari kata lain yang terdapat dalam kalimat. Misal : Aduh, Kartu Peserta Ujianku tertinggal di rumah!
j)        Dipakai diantara nama dan alamat, bagian-bagian alamat, tempat dan tanggal, serta nama tempat dan wilayah yang ditulis berurutan. Misal : Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Ketua Jurusan Bahasa dan Seni, STKIP Muhammadiyah, Jalan Makam, Pringsewu.
k)      Dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misal : Alisjahbana, Sutan Takdir.1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.Djakarta:PT Pustaka Rakyat.
l)        Dipakai diantara bagian-bagian dalam catatan kaki. Misal : W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-Mengarang(Yogyakarta; UP Indonesia, 19670,hlm.4.
m)    Dipakai di muka anka persepuluhan atau diantara rupiahyang dinyatakan dengan angka. Misal: Kedalaman sungai itu hanya 12,5 m.
n)      Dipakai untuk menghindari salah salah bacadi belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misal: Atas bantuan Fara, Intan mengucapkan terima kasih.
o)      Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsungdari bagian lain yang mengiringinya jika petikan itu berakhir dengan tanda tanya atau seru. Misal: Ke mana Saudara akan pergi?” Tanya Anto.
II.4.3   Tanda Titik Koma (;)
a)      Dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. Misal: Malam semakin larut;tugas kuliah belum selesai juga.
b)      Dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan yang setara di dalam kalimat majemuk. Misal: Saya mengerjakan tugas kuliah; kakak asyik menonton televisi.
II.4.4   Tanda Titik Dua (: )
a)      Dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti pemberian. Misal: Ibu memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja,dan lemari.
b)      Dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. Misal: Acara akan di laksanakan pada :
Hari :
Tempat :
Waktu :
c)      Dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukan pelaku dalam percakapan. Misal: Amir : “ Baik, Bu,” (mengangkat kompor dan masuk)
d)     Dipakai di antara jilid atau nomor dan halaman, diantara bab dan ayat dalam kitab suci,diantara judul dan anak judul suatu karangan,serta nama kota dan penerbit buku. Misal: Guru agama Islam membacakan surat Al Imron:156.
II.4.5   Tanda Hubung (-)
a)      Tanda hubung menyambung unsure-unsur kata ulang. Misal: Ani memakai baju kemerah-merahan.
b)      Tanda hubung boleh digunakan untuk memperjelas hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan dan penghilang bagian kelompok kata. Misal: Sesama teman harus memiliki rasa kesetiakawanan-sosial.
c)      Dipakai untuk merangkaikan se dengan kata berikutnya, ke dengan angka, angka dengan an. Misal : Pada tanggal 17 Agustus se-Indonesia merayakan kemerdekaan.
d)     Untuk merangkaikan unsure bahasa Indonesia dengan unsure bahasa asing. Misal: Taufik Hidayat unggul dalam pertandingan bulu tangkis setelah men-smash lawannya.
e)      Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris, Misal: Di sampina cara-cara lama itu ada juga ca-ra yang baru.
f)       Menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian katadi depannya pada pergantian baris. Misal: Senjata ini merupakan alat pertahan-an yang canggih.
g)      Menyambung huruf kata yang di eja satu-satu dan bagian-bagian tanggal. Misalnya: p-a-n-i-t-i-a
II.4.6   Tanda Pisah (­–)
a)      Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang member penjelasan di luar bangun kalimat. Misal : Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
b)      Dipakai diantara dua bilangan,tanggal atau tempat dengan arti’ sampai ke’ atau ‘sama dengan’. Misal: Pertandingan sepak bola itu berlangsung dari tanggal 28 November 2010.
II.4.7   Tanda Ellipsis (…)
a)      Dipakai dalam kalimat terputus-putus. Misal: Kalau begitu… ya,kita harus semangat.
b)      Menunjukan ahwa dalam suatu kalimatada bagian yang di hilangkan. Misal: Sebab-sebab kemerosotan… akan diteliti lebih lanjut.
II.4.8   Tanda Tanya (?)
a)      Dipakai pada akhir kalimat tanya. Misal: Kapan kamu akan pulang?
b)      Dipakai di dalam tanda kurunguntuk menyatakan bagian kalimat yang kurang dapat dibuktikan kebenaranya. Misal: Uangnya sebanyak 20 juta rupiah(?) hilang.
II.4.9   Tanda Seru (!)
a)      Dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan. Misal: Alangkah seramnnya peristiwa itu!


II.4.10 Tanda Kurung ( ( ) )
a)      Mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. Misal: Bagian perencanaan sudah selesai menyusun DIK ( Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.
b)      Mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan
II.4.11 Tanda Kurung Siku ( [ ] )
            Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu  menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan  itu memang terdapat pada naskah asli. Misal: Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik. Tanda kurung siku mengapit  keterangan dalam kalimat penjelas.
II.4.12 Tanda Petik (“…”)
a)      Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan  dan naskah dan atau bahan tulis lain. Misal: “Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”
b)      Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misal: Bacalah “Bola Lampu  dalam buku Dari Suatu Masa, Dari Suatu Tempat.
c)      Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Misal: Maja dikenal dengan nama “cutbrai”
d)     Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. Misal: Kata Tono, “Saya juga minta satu”.
e)      Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalim  ditempatnkan di belakang tanda petik yang menhgapit kata aatau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Misal: Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “Si Hitam”.
Catatan: Tanda petik pembuka dan petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulisama tinggi di sebelah baris.
II.4.13 Tanda Petik Tunggal (‘…’)
a)      Tanda  petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain. Misal:
Tanya Basri, “kau dengar bunyi kring-kring’ tadi?”
“Waktu kubuka pintu depan , kudengar teriakkan anakku ,.
b)      Tanda  petik tunggal mengapit makna , terjemahan ,atau penjelasan kata atau ungkapan asing. Misal: Feed-back  ‘balikkan’
II.4.14 Tanda Garis Miring ( / )
a)      Tanda Garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam satu tahun takwim. Misal:
No.7/PK/ 1973
Jalan Kramat 111/10
b)      Tanda Garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau dan tiap.
Misal:
Dikirimkan lewat darat/laut. ‘Dikirimkan lewat darat atau laut.’
Harganya Rp.25.000/ lembar. ‘Harganya Rp.25.000 tiap  lembar.


II.4.15 Tanda Penyingkat atau Apostrop ( ` )
Tanda Penyingkat atau Apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun. Misal:
Ali`kan  kusurati (`kan = akan)
Malam`lah tiba (`lah = telah)
II.4.16 Angka dan Lambang Bilangan
Angka lambang bilangan yaitu angka yang dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor.
Misal:        Angka : 0, 1, 2, 3, 4, 5 dsb.
Angka romawi : I, II, III, IV, V dsb.














BAB III
SIMPULAN

Peran pertama bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia berkedudukan sebagai Bahasa Nasional. Kedua adalah sebagai bahasa Negara.
Yang dimaksud ragam bahasa adalah bentuk atau wujud bahasa yang ditandai oleh ciri-ciri linguistik tertentu, seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis. Disamping ditandai oleh ciri-ciri linguistik timbulnya ragam bahasa juga ditandai oleh non linguistik misalnya lokasi atau tempat penggunaannya, lingkungan sosial pemakaiannya, dan lingkungan keprofesian pemakai bahasa yang bersangkutan. Ragam bahasa terbagi atas: Ragam lisan, ragam tulis, ragam baku, dan ragam tidak baku.
Ejaan yang disempurnakan (EYD) dimulai sejak Ejaan van Ophuijsen, Ejaan Soewandi, Ejaan Melindo dan sekarang dikenal dengan ejaan yang disempurnakan (EYD) yang telah diresmikan oleh Presiden pada 16 Agustus 1972.
Dalam pemakaian tanda baca, perlu diketahui ada beberapa tanda baca yang bisa digunakan. Yakni, tanda titik, tanda koma, tanda titik koma, tanda titik dua, tanda hubung, tanda pisah, tanda ellipsis, tanda tanya, tanda seru, tanda kurung, tanda kurung siku, tanda petik, tanda petik tunggal, tanda garis miring, tanda apostrop dan angka serta lambing bilangan. Dengan menggunakan tanda baca ini, tulisan akan mudah dipahami dan dilafalkan dengan baik.





DAFTAR PUSTAKA

Kencana, Nur (2014). Sejarah, Kedudukan serta Fungsi Bahasa Indonesia. Tersedia : https://www.academia.edu/8969688/Sejarah_Kedudukan_serta_Fungsi_Bahasa_Indonesia [03 Oktober 2015]
Septiani, Annisa (2014). Ragam Bahasa. Tersedia : https://www.academia.edu/10092476/Ragam_Bahasa [03 OKTOBER 2015].
Zulvina, Desi (2014). “EJAAN DAN TANDA BACA”. Makalah Bahasa Indonesia, Pekanbaru.